Definisi Kota Hijau
Pada tahun
2025, populasi dunia akan mencapai 8 miliar, dan hampir 60% penduduknya tinggal
di kota metropolitan di seluruh dunia (Green City, 2012). Urbanisasi yang
terjadi di kota metropolitan akan mempengaruhi alam, keanekaragaman hayati,
ketersediaan bahan makanan, lingkungan binaan dan kondisi social masyarakat. Kegiatan
manusia telah menyebabkan pencapaian titik kritis terhadap bencana berkurangnya
keaneka hayati pada tahun 1996-2011 sekitar 12%. Meskipun demikian, dunia
internasional dalam 2 dekade terakhir mencoba untuk mengurangi kadar
karbondioksida (CO2), dengan jumlah emisi terbesar di asia pasifik adalah
negara-negara besar seperti Republik Rakyat Cina dan India.
Salah satu upaya dalam penyelesaian permasalahan degradasi lingkungan
adalah adanya konsep Green Citi. Konsep Green City
atau kota hijau muncul pertama kali dalam pertemuan PBB yang dihadiri lebih
dari 100 walikota dan gubernur di San Fransisco, Amerika Serikat, pada Hari
Lingkungan Hidup Sedunia pada tahun 2005. Pertemuan tersebut, diantaranya
melahirkan kesepakatan bersama mewujudkan pengembangan kota dengan konsep ‘kota
hijau’.
Menurut Wildsmith (2009), green
city (kota hijau) juga dapat disebut sustainable city (kota yang
berkelanjutan) atau eco-city (kota berbasis ekologi), yaitu kota yang
dalam melaksanakan pembangunan didesain dengan mempertimbangkan lingkungan
sehingga fungsi dan manfaatnya dapat berkelanjutan. Green city dapat terwujud
jika masyarakat yang tinggal di dalamnya melakukan penghematan (minimisasi)
pemanfaatan energi dan air. Selain itu juga melakukan minimisasi buangan
penyebab panas, serta melakukan pencegahan pencemaran air dan udara. Selain
elemen-elemen tersebut Wildsmith (2009) juga menambahkan elemen sosial dan
budaya. Sehingga green city merupakan kota yang melakukan pembangunan
berkelanjutan secara ekonomi, sosial, dan ekologi sehingga tercipta
keseimbangan diantara manusia dan alam.
Mori dan
Christodoulou (2011), mengartikan kota hijau sebagai kota berkelanjutan. Yang
dimaksud dengan kota berkelanjutan adalah sebuah kota yang dalam melakukan
pembangunan berasaskan keadilan antara generasi saat ini dengan generasi yang
akan datang. Pembangunan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
mengorbankan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan generasi yang akan datang.
Seperti halnya Wildsmith (2009), Mori dan Christodoulou (2011) juga
mensyaratkan keseimbangan biofisik, sosial dan ekonomi yang berkeseimbangan
dalam pelaksanaan pembangunan kota berkelanjutan.
Roseland
(1997) mendefinisikan green city sebagai eco-city, yaitu kota
yang berbasis ekologi dengan beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai
berikut : 1) merevisi penataan penggunaan lahan agar menjadi lebih
memperhatikan kebutuhan akan ruang terbuka hijau dan kenyamanan di pusat-pusat
permukiman dan area dekat transportasi, 2) Perlu memperhatikan kebutuhan
transportasi ramah lingkungan, 3) Merehabilitasi lingkungan perkotaan yang
rusak (sungai, pantai, lahan basah), 4) Mendukung kegiatan penghijauan,
pertanian masyarakat lokal, 5) Sosialisasi daur ulang limbah, teknologi
inovatif tepat guna, 6) Menciptakan keadilan sosial dengan memberikan
kesempatan pada wanita dan orang cacat untuk berperan serta menikmati
pembangunan, 7) Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berbasis ekologi yaitu
dengan menurunkan limbah dan polusi, serta menggunakan bahan baku yang tidak
berbahaya bagi lingkungan, 8) Mensosialisasikan penghematan pemanfaatan
sumberdaya alam, 9) Meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan melalui kegiatan
pendidikan lingkungan.
Konsep Kota Hijau
Salah satu cara untuk mewujudkan kota
hijau adalah dengan melakukan pembangunan berkelanjutan yang saat ini dikenal
dengan pembangunan berbasis green growth. World Wide Fund for Nature dan
Pricewaterhouse Coopers (2011), mendefinisikan green growth sebagai
sebuah konsep pembangunan yang dilaksanakan dengan mengupayakan keseimbangan
ekonomi, sosial, budaya serta lingkungan hidup. Konsep pembangunan berbasis green
growth menurut World Wide Fund for
Nature (WWF) dan Price Waterhouse Coopers
(PWC), dilaksanakan berdasar pada lima pilar penting berikut :
a.
Pertumbuhan
ekonomi
b.
Perbaikan
kondisi sosial
c.
Konservasi
keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan
d.
Kemampuan
adaptasi terhadap perubahan iklim global
e.
Penurunan
emisi gas rumah kaca.
Sektor ekonomi sangat penting
dalam menggerakkan pembangunan perkotaan. Ekonomi yang sehat akan meningkatkan
kondisi sosial ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalamnya.
Pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya harus ditingkatkan. Selain sektor
ekonomi dan kondisi sosial masyarakat, yang perlu menjadi perhatian adalah
perlunya memberikan harga (value) tinggi pada sumberdaya alam dan jasa
lingkungan yang ada. Sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati dan jasa
lingkungan berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem perkotaan.
Keanekeragaman hayati vegetasi ruang terbuka hijau mempunyai jasa lingkungan
melalui perannya dalam mengabsorbsi dan mengadsorbsi berbagai polutan udara,
memperbaiki iklim mikro perkotaan, meningkatkan estetika lingkungan,
me-ngurangi kebisingan (Dahlan 2004). Oleh karena itu perlu dilakukan
pemberdayaan masyarakat dalam upaya konservasi sumberdaya alam dan jasa
lingkungan serta perbaikan habitat di perkotaan.
Agar sebuah kota dapat melakukan
pembangunan berkelanjutan, maka selain melakukan perbaikan kondisi sosial,
ekonomi, dan lingkungan hidup, juga harus meningkatkan kemampuan adaptasi kota
tersebut terhadap perubahan iklim global. Penurunan emisi gas rumah kaca harus
dimasukkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kota berbasis karbon
rendah.
Pembangunan Kota
Hijau Berbasis Green Growth
Adapun mengenai konsep kota hijau adalah perlunya pemerintah
memanfaatkan energi matahari, udara dan air untuk mewujudkan green building dan green businnes pada
proyek-proyek restorasi lingkungan kota, pertamanan kota dan penghijauan
kota.Secara individu , penduduk kota diharapkan juga memiliki kebiasaan
menggunakan kendaraan umum, berjalan kaki, bersepeda atau mengunakan angkutan
berbahan bakar non fosil. Menurut Michael
Lindfield and Florian Steinberg (Green City, 2012), konsep green City antara
lain :
2. Strategi energi untuk kota hijau
3. Transportasi untuk Kota Hijau
4. Pengelolaan air untuk masa depan kota hijau
5. Pengelolaan limbah kota hijau
Kota Hijau merupakan
metafora dari Kota Berkelanjutan atau Kota Ekologis yang didefinisikan sebagai
berikut:
1. Kota Hijau dapat dipahami sebagai kota yang ramah
lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya air dan
energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin
kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan perencanaan
dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan.
2. Kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak
terhadap lingkungan, dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk
meminimalisir (penghematan) penggunaan energi, air dan makanan, serta
meminimalisir buangan limbah, percemaran udara dan pencemaran air.
3. Kota yang mengutamakan keseimbangan ekosistem
hayati, dengan lingkungan terbangun sehingga tercipta kenyamanan bagi penduduk
kota yang tinggal didalamnya maupun bagi para pengunjung kota.
4. Kota yang dibangun dengan menjaga dan memupuk
aset-aset kota-wilayah, seperti aset manusia dan warga yang terorganisasi,
lingkungan terbangun, keunikan, dan kehidupan budaya, kreativitas dan
intelektual, karunia sumber daya alam, serta lingkungan dan kualitas prasarana
kota.
Beberapa
literatur yang dapat digunakan untuk menentukan atribut dari Kota Hijau,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Menurut
Platto ada 5 atribut dari Kota Hijau :
a. Kepekaan dan
kepedulian masyarakat
b. Beradaptasi
terhadap karakteritik bio-geofisik kawasan
c. Lingkungan yang
sehat, bebas dari pencemaran lingkungan yang membahayakan kehidupan
d. Efisiensi dalam
penggunaan sumberdaya dan ruang
e. Memperhatikan
kapasitas daya dukung lingkungan
2. Kurokawa7,
menjelaskan 5 atribut terkait dengan Kota Hijau, yaitu :
1. Menciptakan suatu jejaring Ruang Terbuka Hijau (RTH)
kota/wilayah
2. Menghindari/mengendalikan urban
sprawl (ekspansi penduduk kota beserta aktivitasnya ke kawasan
pinggiran yang mengakibatkan peralihan fungsi lahan dari pertanian ke
perkotaan)
3. Pengembangan usaha untuk mengurangi sampah dan limbah serta
pengembangan proses daur ulang (reduce,
reuse, recycle)
4. Pengembangan sumber energi alternatif (misalnya: biomas,
matahari, angin, ombak)
5. Pengembangan sistem transportasi berkelanjutan (misalnya:
pembangunan fasilitas pedestrian dan jalur sepeda, dsb)
3. Atribut
Kota hijau menurut United Nations Urban
Environmental Accords (UNUEA) :
Atribut Kota Hijau
Sumber :
Panduan Kota Hijau 2013
Green city merupakan frase
yang sering digunakan dalam mengangkat isu ekologis ke dalam konsep
perencanaan kota yang berkelanjutan dan perwujudan green city merupakan
tantangan ke depan dalam pembangunan perekonomian yang berkelanjutan (Menteri
Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dalam keynote speech Green
Cities).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar