Selasa, 28 Mei 2013

KOTA HIJAU INDONESIA


Perkembangan kota-kota di Indonesia meningkat secara pesat dalam 41 tahun terakhir. Dalam durasi tersebut jumlah penduduk Indonesia yang bertempat tinggal di kawasan urban meningkat dua kali lipat menjadi sebesar 52 persen. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah dengan semakin banyaknya urbanisasi menjadi lebih dari 60 persen pada tahun 2030.

Menyadari hal tersebut, Kementrian PU melalui Direktorat Jenderal Penataan Ruang menginisiasikan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) sejak tahun 2011. Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) diluncurkan oleh Kementrian PU sebagai salah satu bentuk inisiatif program pemerintah pusat agar Pemerintah Kota bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi dapat mempercepat pemenuhan ketetapan UU No. 26 Tahun 2001 tentang Penataan Ruang yaitu tersedianya ruang terbuka hijau sebesar 30 persen dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim di Indonesia.
Adapun maksud Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) adalah untuk menjabarkan amanat UU penataan Ruang tentang perwujudan 30% dari wilayah kota sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH), serta menindaklanjuti 10 Prakarsa Bali dari forum Sustainable Urban Development (SUD) khususnya butir ke tujuh yaitu “Mendorong peran pemangku kepentingan perkotaan dalam mewujudkan kota hijau”, berupa inisiatif bersama pemerintah Kabupaten/ Kota masyarkata dan dunia usaha nasional. Tujuan P2KH adalah untuk meningkatkan kualitas kota khususnya melalui perwujudan RTH 30% sekaligus implementasi RTRW Kota/ Kabupaten dan meningkatkan partisipasi pemangku kepentingan dalam implementasi agenda hijau kota.

Adapun sasaran P2KH Kota Yogyakarta Tahun 2013 antara lain :
1.      Penyusunan Masterplan RTH 
2.      Penyusunan DED Taman Kota 
3.      Penyusunan Rencana Aksi 
4.      Aksi Komunitas Hijau 

Ada 8 (delapan) atribut Kota Hijau yang dikembangkan khusus untuk Indonesia. Ke-delapan atribut Kota Hijau tersebut adalah sebagai berikut:

8 Atribut Kota Hijau




KOTA HIJAU


Definisi Kota Hijau

Pada tahun 2025, populasi dunia akan mencapai 8 miliar, dan hampir 60% penduduknya tinggal di kota metropolitan di seluruh dunia (Green City, 2012). Urbanisasi yang terjadi di kota metropolitan akan mempengaruhi alam, keanekaragaman hayati, ketersediaan bahan makanan, lingkungan binaan dan kondisi social masyarakat. Kegiatan manusia telah menyebabkan pencapaian titik kritis terhadap bencana berkurangnya keaneka hayati pada tahun 1996-2011 sekitar 12%. Meskipun demikian, dunia internasional dalam 2 dekade terakhir mencoba untuk mengurangi kadar karbondioksida (CO2), dengan jumlah emisi terbesar di asia pasifik adalah negara-negara besar seperti Republik Rakyat Cina dan India.
Salah satu upaya dalam penyelesaian permasalahan degradasi lingkungan adalah adanya konsep Green Citi. Konsep Green City  atau kota hijau muncul pertama kali dalam pertemuan PBB yang dihadiri lebih dari 100 walikota dan gubernur di San Fransisco, Amerika Serikat, pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada tahun 2005. Pertemuan tersebut, diantaranya melahirkan kesepakatan bersama mewujudkan pengembangan kota dengan konsep ‘kota hijau’.

Menurut Wildsmith (2009), green city (kota hijau) juga dapat disebut sustainable city (kota yang berkelanjutan) atau eco-city (kota berbasis ekologi), yaitu kota yang dalam melaksanakan pembangunan didesain dengan mempertimbangkan lingkungan sehingga fungsi dan manfaatnya dapat berkelanjutan. Green city dapat terwujud jika masyarakat yang tinggal di dalamnya melakukan penghematan (minimisasi) pemanfaatan energi dan air. Selain itu juga melakukan minimisasi buangan penyebab panas, serta melakukan pencegahan pencemaran air dan udara. Selain elemen-elemen tersebut Wildsmith (2009) juga menambahkan elemen sosial dan budaya. Sehingga green city merupakan kota yang melakukan pembangunan berkelanjutan secara ekonomi, sosial, dan ekologi sehingga tercipta keseimbangan diantara manusia dan alam.

Mori dan Christodoulou (2011), mengartikan kota hijau sebagai kota berkelanjutan. Yang dimaksud dengan kota berkelanjutan adalah sebuah kota yang dalam melakukan pembangunan berasaskan keadilan antara generasi saat ini dengan generasi yang akan datang. Pembangunan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan generasi yang akan datang. Seperti halnya Wildsmith (2009), Mori dan Christodoulou (2011) juga mensyaratkan keseimbangan biofisik, sosial dan ekonomi yang berkeseimbangan dalam pelaksanaan pembangunan kota berkelanjutan.

Roseland (1997) mendefinisikan green city sebagai eco-city, yaitu kota yang berbasis ekologi dengan beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai berikut : 1) merevisi penataan penggunaan lahan agar menjadi lebih memperhatikan kebutuhan akan ruang terbuka hijau dan kenyamanan di pusat-pusat permukiman dan area dekat transportasi, 2) Perlu memperhatikan kebutuhan transportasi ramah lingkungan, 3) Merehabilitasi lingkungan perkotaan yang rusak (sungai, pantai, lahan basah), 4) Mendukung kegiatan penghijauan, pertanian masyarakat lokal, 5) Sosialisasi daur ulang limbah, teknologi inovatif tepat guna, 6) Menciptakan keadilan sosial dengan memberikan kesempatan pada wanita dan orang cacat untuk berperan serta menikmati pembangunan, 7) Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berbasis ekologi yaitu dengan menurunkan limbah dan polusi, serta menggunakan bahan baku yang tidak berbahaya bagi lingkungan, 8) Mensosialisasikan penghematan pemanfaatan sumberdaya alam, 9) Meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan melalui kegiatan pendidikan lingkungan.

Konsep Kota Hijau

Salah satu cara untuk mewujudkan kota hijau adalah dengan melakukan pembangunan berkelanjutan yang saat ini dikenal dengan pembangunan berbasis green growth. World Wide Fund for Nature dan Pricewaterhouse Coopers (2011), mendefinisikan green growth sebagai sebuah konsep pembangunan yang dilaksanakan dengan mengupayakan keseimbangan ekonomi, sosial, budaya serta lingkungan hidup. Konsep pembangunan berbasis green growth menurut World Wide Fund for Nature (WWF) dan Price Waterhouse Coopers (PWC), dilaksanakan berdasar pada lima pilar penting berikut :
a.      Pertumbuhan ekonomi
b.      Perbaikan kondisi sosial
c.       Konservasi keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan
d.      Kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim global
e.      Penurunan emisi gas rumah kaca.
Sektor ekonomi sangat penting dalam menggerakkan pembangunan perkotaan. Ekonomi yang sehat akan meningkatkan kondisi sosial ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya harus ditingkatkan. Selain sektor ekonomi dan kondisi sosial masyarakat, yang perlu menjadi perhatian adalah perlunya memberikan harga (value) tinggi pada sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang ada. Sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem perkotaan. Keanekeragaman hayati vegetasi ruang terbuka hijau mempunyai jasa lingkungan melalui perannya dalam mengabsorbsi dan mengadsorbsi berbagai polutan udara, memperbaiki iklim mikro perkotaan, meningkatkan estetika lingkungan, me-ngurangi kebisingan (Dahlan 2004). Oleh karena itu perlu dilakukan pemberdayaan masyarakat dalam upaya konservasi sumberdaya alam dan jasa lingkungan serta perbaikan habitat di perkotaan.
Agar sebuah kota dapat melakukan pembangunan berkelanjutan, maka selain melakukan perbaikan kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup, juga harus meningkatkan kemampuan adaptasi kota tersebut terhadap perubahan iklim global. Penurunan emisi gas rumah kaca harus dimasukkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kota berbasis karbon rendah.
 

Pembangunan Kota Hijau Berbasis Green Growth

Adapun mengenai konsep kota hijau adalah perlunya pemerintah  memanfaatkan energi matahari, udara dan air untuk mewujudkan green building dan green businnes  pada proyek-proyek restorasi lingkungan kota, pertamanan kota dan penghijauan kota.Secara individu , penduduk kota diharapkan juga memiliki kebiasaan menggunakan kendaraan umum, berjalan kaki, bersepeda atau mengunakan angkutan berbahan bakar non fosil.  Menurut Michael Lindfield and Florian Steinberg (Green City, 2012), konsep green City antara lain :
1.      Strategi pengembangan tata ruang dan teknologi Kota Hijau
2.      Strategi energi untuk kota hijau
3.      Transportasi untuk Kota Hijau
4.      Pengelolaan air untuk masa depan kota hijau
5.      Pengelolaan limbah kota hijau

Kota Hijau merupakan metafora dari Kota Berkelanjutan atau Kota Ekologis yang didefinisikan sebagai berikut:
1. Kota Hijau dapat dipahami sebagai kota yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
2.  Kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk meminimalisir (penghematan) penggunaan energi, air dan makanan, serta meminimalisir buangan limbah, percemaran udara dan pencemaran air.
3. Kota yang mengutamakan keseimbangan ekosistem hayati, dengan lingkungan terbangun sehingga tercipta kenyamanan bagi penduduk kota yang tinggal didalamnya maupun bagi para pengunjung kota.
4.  Kota yang dibangun dengan menjaga dan memupuk aset-aset kota-wilayah, seperti aset manusia dan warga yang terorganisasi, lingkungan terbangun, keunikan, dan kehidupan budaya, kreativitas dan intelektual, karunia sumber daya alam, serta lingkungan dan kualitas prasarana kota.

Beberapa literatur yang dapat digunakan untuk menentukan atribut dari Kota Hijau, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Menurut Platto ada 5 atribut dari Kota Hijau :
a. Kepekaan dan kepedulian masyarakat
b. Beradaptasi terhadap karakteritik bio-geofisik kawasan
c. Lingkungan yang sehat, bebas dari pencemaran lingkungan yang membahayakan kehidupan
d. Efisiensi dalam penggunaan sumberdaya dan ruang
e. Memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan
2. Kurokawa7, menjelaskan 5 atribut terkait dengan Kota Hijau, yaitu :
1. Menciptakan suatu jejaring Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota/wilayah
2. Menghindari/mengendalikan urban sprawl (ekspansi penduduk kota beserta aktivitasnya ke kawasan pinggiran yang mengakibatkan peralihan fungsi lahan dari pertanian ke perkotaan)
3. Pengembangan usaha untuk mengurangi sampah dan limbah serta pengembangan proses daur ulang (reduce, reuse, recycle)
4. Pengembangan sumber energi alternatif (misalnya: biomas, matahari, angin, ombak)
5. Pengembangan sistem transportasi berkelanjutan (misalnya: pembangunan fasilitas pedestrian dan jalur sepeda, dsb)
3. Atribut Kota hijau menurut United Nations Urban Environmental Accords (UNUEA) :

       
Atribut Kota Hijau
Sumber : Panduan Kota Hijau 2013


Green city merupakan frase yang sering digunakan dalam mengangkat  isu ekologis ke dalam konsep perencanaan kota yang berkelanjutan dan perwujudan green city merupakan tantangan ke depan dalam pembangunan perekonomian yang berkelanjutan (Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dalam keynote speech Green Cities).